Review A Dandelion Wish by Xi Zhi

My rating : 4,5 bintang (skala 5)



Judul : A Dandelion Wish
Pengarang : Xi Zhi
Penerjemah : Jeanni Hidayat
Penyunting : Arumdyah Tyasayu
Proofreader : Yuli Yono
Cover desainer dan ilustrator isi : @teguhra
Penerbit : Haru
Terbit : April 2014
Jumlah halaman : 340 halaman
ISBN : 978-602-7742-34-5

Sinopsis :

Dokter Bai Qian Xun terpaksa membawa pulang seorang pria asing tinggi yang bersikeras duduk di atas atap mobilnya saat hujan lebat.
“Ya Tuhan! Pria ini sangat berguna! Tidak hanya pintar memasak tetapi bisa juga menjadi kursi roda berjalan yang nyaman. Tidak sia-sia kutampung dia.”
Dokter Bai yang dingin  jatuh hati ke serigala tampan ini. Padahal pria itu sedang lupa ingatan! Apakah pria itu akan tetap mengingat Dokter Bai jika ingatannya sudah kembali?

Review :



Bab awal dibuka dengan kesibukan dokter Bai yang merawat pasien kecelakaan lalu lintas di  IGD (Instalasi Gawat Darurat). Dokter Bai, ahli bedah jantung yang super cool itu menentang akal sehatnya. Memenangkan nuraninya. Ia membawa pria tampan yang duduk dalam hujan deras ke dalam flatnya. Tak disangka serigala tampan yang ahli memasak, ahli membereskan rumah, pandai berbahasa Inggris, bahkan ahli membaca pergerakan nilai saham, bisa membuat dokter Bai terasa nyaman. Kisah cinta yang berkembang semakin rumit karena pria tampan itu mulai mengingat dirinya kembali. Apakah ia akan tetap mencintai dokter Bai? Atau ia akan kembali ke tunangannya?

Kisah cinta dalam novel ini segilima. Rumit nian. O.o 

Novel romantis  ini sangat menarik. Tidak cengeng! Gaya bahasanya unik dan segar. Agak berbunga-bunga dan idiomatik. Percakapannya tidak monoton walaupun mengisahkan kehidupan seorang Dokter Bai di rumah sakit maupun flat, tempat ia tinggal bersama asisten rumah tangganya yang misterius dan tampan.

Karakter tokoh-tokohnya sangat khas. Sebagian besar tokohnya berkepribadian kuat dan percaya diri.

Dokter Bai Qian Xun yang cantik, praktis, efisien, tegas, direct speaking, tenang, ambisius,bertanggung jawab, penyendiri, sangat logis, sangat pintar, tapi sangat polos!

Cheng Feng, si asisten rumah tangga yang sangat tampan, gagah, ahli memasak, sangat cerdas, bahkan licik seperti serigala!

Dokter Xin He Qin (Kepala Rumah Sakit) yang kaya, tampan, homme fatale (perayu ulung), lembut, ramah, dan mengejar wanita yang jijik pada dirinya, seperti Dokter Bai Qian Xun!

Song Jia Jia, dokter muda imut yang menganggap Dokter Bai seperti Dewi Mazu! Ia penuh semangat, ceplas-ceplos, ramah, energik, dan ambisius. Ia sangat membenci Dokter Xin He Qin yang dianggapnya si kelamin berjalan!

Hal kontradiktif dalam kisah ini ialah perjodohan.
-Seorang dokter selogis dokter Bai menerima ide perjodohan dengan baik. Padahal ia tipikal wanita karir modern yang mandiri.
-Dokter Bai yang ahli bedah jantung, tapi newbie dalam percintaan.


“Bunga dandelion membawa permohonan kita dan juga permohonannya sendiri terbang melayang. Semakin tinggi dan semakin jauh dia terbang, semakin besar pula permohonanmu terkabul. (Cheng Feng, halaman 132)
Adegan teromantis dalam novel ini…tiupan harapan bunga dandelion. ^.^

“Kurasa dalam hal teknik, pengalamanku sudah sangatlah banyak. Sebaliknya, kekakuanmu itu tidak menunjukkan pengalamanmu sama sekali dalam hal ini.” (halaman 138)
Flirting… :P Dialog flirting dalam novel ini kocak dan menghibur karena sifat tidak mau kalah dan jaim dokter Bai yang ternyata belum pernah mengalami ciuman pertama, tapi ahli dalam melakukan CPR. =)

“Mereka bahkan tidak pernah menyerah untuk membantuku membuat perencanaan hidup. Mereka selalu terlibat dengan begitu aktif, menjadi pemimpin dalam kehidupanku.” (dokter Bai, halaman 167)
Makna kisah Dandelion Wish ialah Dokter Bai belajar mempunyai keinginan sendiri, tidak hanya seperti robot, dan menuruti keinginan ibunya. Tidak hanya mengejar materi dan kepopuleran. Dokter Bai berubah menjadi lebih manusiawi, lebih hidup, dan lebih mempunyai passion.

Konflik pun digambarkan dengan baik dan tidak berlebihan. Puncaknya ketika Cheng Feng mengingat kembali siapa dirinya dan Dokter Bai merasa hidupnya hancur.

“Oh, untunglah aku berada di rumah, bukan di ruang operasi dan sedang melihat dokter muda yang tengah membunuh setengah nyawa pasiennya.” (Dokter Bai, halaman 45)
Entah mengapa karakter Dokter Bai mengingatkanku pada novel Kishi karangan Marga T. Mungkin karena mereka sama-sama dokter cantik yang dingin dan perfeksionis. Sama-sama memuja ilmu kedokteran lebih dari segalanya. Tapi, berbeda dengan novel Kishi , novel A Dandelion Wish disajikan lebih ringan. Tokoh Dokter Bai juga lebih materialis.                                                                                                                                                                                             
“Dokter muda nasibnya sangat menyedihkan. Dokter kepala, dokter spesialis, dokter umum, semuanya bisa memarahi dokter muda. Bahkan perawat yang sudah senior pun terkadang bisa mencari kesempatan untuk membodohi kami.” (dokter Bai, halaman 148)
Juga sedikit disinggung senioritas dalam profesi dokter. Dokter muda yang dapat dimarahi siapa pun. Tapi mungkin hal tersebut bertujuan untuk melatih kekuatan mental dokter muda. =)

Penggambaran makanan dan minuman dalam novel ini sukses membuat lapar. Mie seafood, French toast, kopi, nasi goreng udang, ataupun steamboat perut sapi. Bahkan penggambaran makanan lebih mendetil dibandingkan dunia kedokterannya. Walapun akhir cerita mudah ditebak, tapi kisah cinta dalam novel ini sangat menghibur dan bermakna. ^.^

Dialog paling kocak dalam novel ini. :P
Ya Tuhan, teganya dia mengumpamakan ciuman itu dengan CPR. Pintar sekali dia melukai harga diri seorang pria. (halaman 139)
Kedua hal itu sama-sama dari bibir ke bibir, sama-sama dari mulut ke mulut, sama-sama dapat membuats usah bernapas. Prinsipnya kan memang hampir sama.
Hampir sama? Yang satu mengembus, yang satu menarik. Yang satu merasa terpaksa, yang satu tidak sabar menanti. Bagaimana mungkin kedua hal tersebut hampir sama?
(halaman 140) 

Quotes yang menarik :
Berusahalah untuk santai, memperlakukan dirimu sendiri dengan lebih baik. (Cheng Feng, halaman 156)
Lelaki itu tidak bisa ditantang. (Cheng Feng, halaman 173)
Wanita, tidak boleh terlalu dimanja. (Cheng Feng, halaman 177)
Cinta seorang ibu melebihi kehidupan. (Cheng Feng, halaman 188)
Karena aku akan langsung menangis begitu tidak tertawa, Aku tidak boleh menangis, jadi harus terus tersenyum. (dokter Bai, halaman 280)
Bagaimana mungkin? Bukankah semua orang senang melihat orang lain tersenyum? Lagi pula, tidak ada pisau yang tersembunyi di balik senyuman ini. Yang ada hanyalah air mata. Air mata, adalah benda yang paling tidak berbahaya. (dokter Bai, halaman 282)
Cinta. Cinta dimulai dan berakhir dengan berbagai macam cara. (Xin He Qin, halaman 319)

Kisah cintanya ala madu dan racun. Apakah Cheng Feng semanis yang disangka Dokter Bai? Mungkin ya, mungkin tidak ^.^

“Nenek, mengapa matamu begitu besar?”
“Karena aku ingin bisa melihatmu dengan jelas”
“Telingamu mengapa begitu panjang?”
“Karena aku ingin mendengar ucapanmu dengan jelas”
“Mengapa mulutmu begitu besar?”
“Karena aku … ingin … memakanmu!” (halaman 333)




Yuk tiupkan harapanmu setelah membaca novel ini. ^.^


Komentar

Popular Posting