Review The Silkworm by Robert Galbraith

My rating : 4.5 bintang (skala 5)



Judul : The Silkworm
Seri : The Cuckoo's Calling #2
Pengarang : Robert Galbraith
Penerjemah : Siska Yuanita
Penerjemah kutipan : M. Aan Mansyur
Sampul : Marcel A.W.
Penerbit : Gramedia
Jumlah halaman : 536 halaman
ISBN : 978-602-03-0981-1

The Silkworm merupakan sekuel kedua setelah novel The Cuckoo’s Calling karangan Robert Galbraith alias J.K. Rowling. 



Berbeda dengan The Cuckoo’s Calling yang sejak awal pembaca mendapat kejutan akan terbunuhnya Lula Landry, si supermodel yang cantik, pada The Silkworm awal cerita dibangun dalam keadaan normal (tanpa kejutan berarti). Pengarang berhasil membuat jenis kasus yang berbeda dengan kasus Lula Landry. Lebih sadis, lebih kejam, bergaya Gothik, dan memerlukan pemikiran sastra.

Detektif partikelir Cormoran Strike bersama asistennya yang cantik, Robin Ellacott kembali menangani kasus pelik yang awalnya terlihat mudah. Leonora Quine meminta bantuannya untuk mencari Owen Quine, suaminya yang bekerja sebagai novelis.  Owen Quine biasa menghilang untuk menciptakan berita dan mendongkrak popularitasnya. Kemudian Strike menemukan ternyata Quine terbunuh secara keji. Strike harus memecahkan teka-teki pembunuhan yang berhubungan dengan “Bombyx Mori”, novel terbaru  Owen Quine yang controversial dan belum sempat diterbitkan.

Bombyx Mori merupakan nama latin dari ulat sutera (the Silkworm) yang merupakan judul novel ini. Menarik sekali makna di balik Bombyx Mori. Ulat sutra terpaksa direbus dalam kepompongnya agar tidak merusak kepompong. Berarti untuk meraih suatu mimpi, suatu pencapaian hidup, novelis Owen Quine harus mengorbankan dirinya.

Cormoran Strike berkepribadian semakin kuat dalam novel ini. Strike lebih percaya diri dan mendapatkan banyak tawaran kasus setelah penyelesaian gemilang kasus Lula Landry. Bahkan Strike bisa benar-benar ‘move on’ dari hubungannya yang rumit dengan mantan tunangannya yang sangat cantik dan pendusta, Charlotte.

Karakter Robin Ellacott pun semakin berkembang. Robin berani menyuarakan keinginan hatinya untuk menjadi partner Strike, bukan hanya mengerjakan tugas administratif. Menarik sekali bagaimana pengarang menciptakan karakter Robin yang merupakan karakteristik wanita masa kini yang bermimpi sukses dalam karier, tapi tetap mempertahankan hubungan cintanya. Padahal kedua hal ini sangat sulit diraih secara seimbang.

Matthew (tunangan Robin), si akuntan tampan yang berkarakter arogan, cemburuan, tidak percaya diri, merasa lemah dan tak berdaya karena pesona Strike yang maskulin. Matthew tipe yang sangat teratur dan orthodoks.

Owen Quine berkarakter kuat, sangat emosional, dramatis, provokatif, tukang bikin onar. Ia sukses membuat orang-orang dalam kehidupan pribadinya, dendam pada dirinya dengan menuangkan karakter mereka ke dalam Bombyx Mori. Ia sendiri berperan sebagai Bombyx yang berkelamin ganda dan berkepribadian polos.

Richard Anstis, polisi metropolis yang menangani kasus pembunuhan Owen Quine. Ia juga rekan Cormoran Strike sewaktu bertugas sebagai tentara di Afganistan. Anstis berkarakter baik, lurus, kaku, teoritis, dan kurang imajinatif. Seperti layaknya novel detektif, pihak kepolisian selalu dikalahkan tokoh detektif.

Pengarang berhasil mengembangkan karakter-karakter tersangka dengan baik sekali.  Karakter-karakternya hidup dan berkepribadian cukup kontras, tapi memiliki suatu persamaan. Misterius dan saling berusaha membela diri dengan mengungkapkan semua hal yang mereka ketahui kepada Cormoran Strike.

Leonora Quine (istri Owen Quine) yang sederhana dan spontan. Ia sangat memuja dan mencintai suaminya, walaupun ia tahu suaminya suka berselingkuh. Hidupnya hanya dibaktikan untuk mengurus anak perempuan tunggalnya, Orlando Quine yang cacat mental, sangat polos, dan suka menggambar. Leonora mengaku belum pernah membaca Bombyx Mori. Ia digambarkan sebagai Succuba, si pelacur basi dalam Bombyx Mori.

Kathryn Kent (kekasih Owen Quine), novelis fantasi erotis yang sangat mencintai Owen tapi kecewa akan penggambaran dirinya sebagai Harpy, si pemakan tikus yang hidup dalam gua di Bombyx Mori.
Pippa Midgley alias Epicoene, sang transgender dalam Bombyx Mori. Ia menganggap Kathryn Kent dan Owen Quine sebagai orangtuanya.

Christian Fisher (kepala penerbit yang hendak menerbitkan Bombyx Mori) yang ramah, ceplas ceplos, ceria, dan  cerdik.

Elizabeth Tassel (agen Owen Quine) yang penuntut, berkuasa, tapi menyembunyikan kerapuhan dan ketidakpercayadirian. Liz ialah si Tick, kutu parasit dalam Bombyx Mori.

Daniel Chard (CEO Roper Chard) yang telah menerbitkan ketiga novel Owen Quine. Ia bermimpi ingin menjadi seniman dan berjiwa seperti Hitler. Chard digambarkan sebagai Phallus Impudicus dalam Bombyx Mori yang senang melakukan nekrofilia dengan penulis tampan.

Jerry Waldegrave (editor) yang manis dan baik hati. Jerry mengganggap Owen Quine tidak waras. Jerry digambarkan sebagai si Cutter yang memiliki tanduk di kepalanya dan menggendong karung berdarah berisi anak perempuan cebol.

Nina Lascelles yang mungil, lincah, agresif, dan menyukai Strike. Ia mengaku membaca Bombyx Mori diam-diam.

Michael Fancourt, sang pengarang sukses dan penuh percaya diri yang tidak pernah berbicara lagi dengan Owen Quine sejak kematian Elspeth, istrinya yang bunuh diri. Michael digambarkan sebagai Vainglorius dalam Bombyx Mori.

Pengarang berhasil membuat penasaran dan mengecoh pikiran dengan alur cerita yang rumit, berliku dan berbagai dugaan motif pembunuhan. Uang, cinta, benci, balas dendam, ataupun pertikaian. Penyelesaian kasusnya pun cukup mencengangkan dan tak terduga karena motifnya ternyata cukup sederhana. Pengarang rupanya terinspirasi dengan logika kejahatan bahwa kejahatan yang brutal seringkali didasari oleh motif yang sederhana. Pengarang sedikit sekali memberikan petunjuk yang merujuk ke si pembunuh sehingga membaca novel ini merupakan pengalaman yang sangat menarik. Diperlukan ketelitian untuk menebak siapa penjahat sebenarnya.

Komentar

Popular Posting